Hak Imunitas Advokat Dan Itikad Baik

Pengertian Advokat dalam definisi normatif terdapat pada Pasal 1 angka 1 Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan, “Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini ”, sedangkan Pasal 16 UU tersebut menerangkan tentang hak imunitasnya yang hanya memberikan perlindungan kepada advokat untuk tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan klien di dalam persidangan. Dalam perkembangannya hak imunitas Advokat pasal 16 UU no. 18 tahun 2003 telah diuji materi melalui Mahkamah Konstitusi (MK) dengan permohonan perkara no: 26/PUU-XI/2013, Menurut Mahkamah dalam pertimbangannya, pengertian jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien harus dimaknai advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.

Bahwa secara konstitusional Hak imunitas Advokat tidak sebatas pada penanganan perkara Kliennya di sidang pengadilan saja dalam artian yang sempit, namun lebih luas lagi yakni sejak Advokat selaku kuasa hukum Klien dalam perkara tertentu baik ditangani dalam tahap non litigasi maupun ditingkat litigasi sehingga pemaknaan hak imunitas Advokat telah diperluas oleh putusan MK tersebut. Namun yang perlu dipertanyakan kembali bagaimana pemaknaan tentang itikad baik dalam hal menjalankan profesi tersebut ? sehingga ada pemaknaan yang bersifat konstitusional pula, bilamana hal tentang itikad baik tidak ada pengertian secara definif normatif bisa jad nilai itikad baik tersebut hanya bersifat subyektif tergantung siapa yang akan menillai.

Bahwa, oleh karena pengertian Itikad baik tidak diatur secara normatif , maka tidak jarang Advokat dalam menjalankan profesinya dipersalahkan telah melakukan tindakan diluar koridor " ITIKAD BAIK " secara subyektif bagi orang atau institusi penegak hukum yang lain. Bukan bermaksud membela profesi ini namun sudah waktunya diluruskan dan dilakukan persamaan persepsi yang bisa diterima semua pihak dan bilamana perlu dituangkan dalam norma hukum yang terkonstruktif .

Bahwa selama pengertian itikad baik tidak diatur secara normatif maka selama itu pula pengertian itikad baik menjadi perdebatan yang panjang dan tak berujung , hal inilah justru menjadi momok bagi Advokat dalam menjalankan profesinya ketika memperjuangkan kepentingan Klien dalam perkara hukum, sebab menjadi tidak obyektif lagi ketika tercipta keadaan yang sarat konflik kepentingan. Banyak sudah kasus yang menjerat profesi ini sehingga mudah sekali seorang advokat dikatakan "melawan hukum" tidak beritikad baik dalam melakukan profesinya sehingga merugikan kepentingan institusi lain dalam menjalankan peranannya , salam ngopi.


Rudy Marjono, SH.